MANFAAT AIR KELAPA MUDA
Manfaat
air kelapa memang sungguh luar biasa. Air kelapa kini juga boleh dijadikan
sahabat wanita, karena menawarkan sejumlah manfaat bagi tubuh.Minuman kesehatan wanita hamil. Mengonsumsi
air kelapa setiap hari bisa meringankan morning sickness, bahkan menggantikan
cairan dan elektrolit yang hilang karena muntah. Air kelapa juga memiliki sifat antijamur, antivirus dan antibakteri
. Air kelapa kaya akan asam laurat yang memperkuat sistem kekebalan tubuh dalam
melawan infeksi. Semuanya ini menawarkan perlindungan tambahan untuk bayi .Cegah infeksi saluran
kemih. Air kelapa bisa membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi saluran
kemih. Sifatnya yang diuretik juga membantu mencegah infeksi saluran kemih,
batu ginjal, melancarkan pencernaan dan mencegah sembelit. Membantu hidrasi tubuh. Elektrolit dan
kalium dalam air kelapa membuatnya berguna untuk menganti cairan yang hilang
selama olahraga, terutama bagi wanita yang tinggal di iklim tropis. Temuan
dalam Journal of International Society of Sports Nutrition telah mengungkapkan
bahwa air kelapa sangat cocok dikonsumsi usai berolahraga dibandingkan energi
drink karena sifatnya menghidrasi. Menurunkan
berat badan. Salah satu manfaat air kelapa adalah mengontrol berat badan
karena air kelapa memiliki rendah kalori dan lemak. Juga, kaya akan karbohidrat
dan nutrisi lainnya yang bisa memberikan energi ekstra.Bagus untuk kulit. Air kelapa kaya akan antioksidan, nutrisi yang
membantu menghilangkan radikal bebas (akibat polusi, sinar matahari dan stres
emosional) yang dapat merusak kulit Anda. Menurut peneliti di University of
Maryland Medical Center, air kelapa juga mengandung banyak elektrolit yang
mencegah dehidrasi sebagai penyebab kulit kendur dan kering.
Asap Rokok dan Komplikasi Kehamilan
Para peneliti yang dipimpin oleh
Andrew Hyland dari Roswell Park Cancer Institute di Buffalo, NY, menganalisa
lebih dari 80 ribu data wanita pascamenopause yang telah mengambil
bagian dari penelitian landmark Women’s Health Initiative.
Semua wanita pernah hamil setidaknya
sekali. Dari seluruh wanita-wanita ini, 6,3 persennya pernah merokok, 43 persen
mantan perokok, dan sekitar 51 persen bukanlah perokok. Tim peneliti menilai
seberapa banyak asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif terutama wanita,
baik di rumah maupun di tempat kerja.
Hampir satu dari tiga peserta telah
mengalami setidaknya satu kali keguguran. Dari semua wanita, 4,4 persen
mengalami kelahiran mati dan 2,5 persen telah mengalami kehamilan ektopik tuba,
di mana telur yang telah dibuahi menempel di luar rahim.
Dibandingkan dengan wanita yang
tidak pernah merokok, wanita yang dulunya merokok bertahun-tahun selama masa
reproduksi mereka adalah 16 persen lebih mungkin mengalami keguguran, 44 persen
lebih mungkin memiliki anak lahir mati, dan 43 persen lebih mungkin untuk
mengalami kehamilan ektopik.
Penulis penelitian mencatat ada juga
hubungan antara paparan asap rokok dan komplikasi kehamilan pada wanita yang
tidak pernah merokok. Semakin lama merokok terkena asap rokok, maka semakin
besar risikonya.
Tim peneliti juga memfokuskan pada
wanita dengan tingkat tertinggi terkena paparan asam rokok seumur hidupnya. Ini
juga termasuk wanita yang menghabiskan lebih dari 10 tahun terkena asap rokok
sebagai anak, lebih dari 10 tahun sebagai orang dewasa yang bekerja di
lingkungan penuh asap, atau lebih dari 20 tahun sebagai orang dewasa yang
terpapar asap rokok di rumah.
Wanita-wanita ini adalah 17 persen
lebih mungkin untuk mengalami keguguran, 55 persen lebih mungkin untuk
mengalami kelahiran mati dan 61 persen lebih mungkin untuk mengalami kehamilan
ektopik, dibandingkan dengan wanita yang tidak terpapar asap rokok.
Wanita yang lebih muda dan berpendidikan memiliki risiko
kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami komplikasi kehamilan daripada
wanita kulit hitam dan orang-orang dari etnis minoritas lainnya, serta wanita
yang kelebihan berat badan.
Sementara penelitian mampu
menunjukkan hubungan antara asap rokok dan komplikasi kehamilan, namun hal
tersebut tidak menunjukkan sebab-akibat.
Manfaat Ikan saat Hamil
Ikan memiliki bermacam nutrisi yang bisa berguna untuk tubuh
manusia. Bahkan, dalam ikan, terdapat asam lemak yang sangat baik untuk
pertumbuhan buah hati wanita yang tengah hamil. Menurut banyak ahli kandungan,
mengkonsumsi ikan ketika hamil bumil bisa membantu pertumbuhan otak dari janin
lho, Moms.
Mengandung asam
lemak omega-3 yang sangat eksklusif, ikan merupakan bahan makanan penting untuk
seorang ibu hamil yang ingin pertumbuhan otak buah hatinya berjalan dengan
optimal. Selain itu, ikan juga kaya akan protein, dan bermacam mineral, seperti
zinc dan zat besi lho, Moms. Menambah porsi ikan dalam diet anda selama hamil
akan sangat baik bagi pertumbuhan janin dalam rahim anda.
Akan tetapi,
bukan berarti ikan tidak memiliki resiko lho. Meskipun memiliki segudang
manfaat, menurut mayoclinic.com, ikan ternyata juga mengandung merkuri.
Meskipun tidak terlalu berbahaya untuk orang dewasa, ketika dikonsumsi oleh ibu
hamil, akumulasi dari merkuri tersebut bisa menyebabkan cacat pada buah hati
anda lho.
Namun, bukan
berarti anda tidak bisa bebas makan ikan tanpa terkenap merkuri. Ada banyak
jenis ikan yang tidak mengandung merkuri yang bisa aman untuk dikonsumsi oleh
ibu hamil. Misalnya, ikan seperti Salmon, Sarden, dan Makarel memiliki
kandungan merkuri yang rendah sehingga aman untuk dikonsumsi namun sangat kaya
akan asam lemak omega-3 yang sangat baik untuk pertumbuhan buah hati anda lho,
Moms.
Perlukah
Suplemen Selama Hamil
Ada banyak kebutuhan nutrisi yang perlu dipenuhi oleh seorang wanita
yang tengah memasuki periode hamil bumil. Kehamilan menuntut seorang wanita untuk
mengasup nutrisi yang tidak hanya dibutuhkan olehnya selama mengandung tapi
juga untuk buah hati yang tengah tumbuh di dalam rahim. Ibaratnya, anda harus
makan untuk dua orang, Moms.
Namun, memenuhi
kebutuhan nutrisi lewat makanan kerap kali sulit untuk dilakukan karena
pengaruh dari hormon kehamilan, seperti progesterone dan estrogen, yang tidak
hanya membuat proses pencernaan anda berjalan lebih lambat, tapi juga membuat
anda kerap kali kehilangan semangat, termasuk untuk makan. Hayo, pernah
mengalami hal ini ga, Moms?
Salah satu
solusi yang bisa anda lakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anda selama
kehamilan adalah dengan mencoba mengkonsumsi suplemen. Suplemen yang merupakan
kompilasi dari nutrisi kunci yang penting untuk menjalani proses kehamilan dan
memenuhi kebutuhan buah hati anda atas pertumbuhan bisa anda dapatkan dengan
mudah di toko-toko obat kok, Moms.
Akan tetapi,
jangan sembarangan mengkonsumsi suplemen ya. Cari tahu terlebih dahulu suplemen
apa yang anda butuhkan. Hal ini bisa anda lakukan dengan melakukan konsultasi
pada dokter kandungan anda. Menurut mayoclinic.com, pastikan anda memperoleh
persetujuan dokter kandungan anda terlebih dahulu sebelum mengkonsumsi suplemen
ya, Moms. Jangan sampai anda coba-coba, terutama apabila usia kehamilan anda
semakin besar.
Ibu Hamil Seringkali
Berkeringat, Normalkah?
Saat anda hamil seringkali mengalami
keluhan-keluhan yang menggangu aktivitas anda. Perut yang semakin membesar
membuat anda tidak nyaman ditambah dengan kondisi cuaca yang panas sehingga
anda sering mengeluarkan keringat. Beberapa kondisi ibu hamil seringkali
mengalami keringat berlebih padahal tidak melakukan aktivitas yang berat,
normalkah kondisi ibu hamil mengeluarkan keringat berlebih?
Ketika ibu hamil tidak melakukan
aktivitas dan mencoba untuk tetap tenang akan tetapi keringat tetap bercucuran
sehingga membasahi pakaian, normalkah keadaan ini. Tentu saja ini membuat ibu
cemas, bahkan dikhawatirkan akan menggangu kehamilan. Harus anda ketahui bahwa
keringat merupakan proses yang alamiah untuk menjaga suhu tubuh anda sehingga
tidak mengalami kepanasan. Meskipun demikian bagi ibu hamil yang seringkali
mengalami keringat berlebih.
Inilah penyebab-penyebab yang
mungkin anda alami :
- Terjadinya
peningkatan aliran darah ke dalam kulit yang dapat mengakibatkan ibu hamil
merasakan lebih hangat. Hal ini yang dapat merangsang kelenjar keringat
untuk menstabilkan suhu tubuh.
- Hormon
progesteron bersifat thermogenik yang dapat menyebabkan hawa yang panas.
Sehingga peningkatan hormone progesterone sehingga mengakibatkan pembuluh
darah kecil pada kulit yang terbuka lebar dan ibu hamil mengalami
kepanasan.
- Usia
kehamilan yang semakin bertambah sehingga mempengaruhi tingkat kepanasan
pada ibu hamil.
Keringat yang berlebih pada ibu hamil dapat menyebabkan
kondisi yang tidak menyenangkan, terlebih bila ibu hamil sudah mengalami pengap
dan keringat sudah mulai bercucuran di berbagai bagian tubuh ibu hamil.
Berikut adalah beberapa pencegahan
yang dapat anda lakukan apabila keringat berlebih selama kehamilan :
- Menggunakan
pakaian yang longgar dan memberikan kenyaman yang usahakan berbahan katun
sehingga dapat menyerap keringat sehingga terjadinya sirkulasi udara yang
lancar.
- Hindari
berada di ruangan yang sempit karena akan membuat anda semakin tersiksa.
- Menghindari
makanan yang pedas yang dapat menyebabkan keringat berlebih.
- Kurangi
stres, seringkali terjadi hubungan antara produksi keringat berlebih
dengan stres sehingga untuk mengurangi stres maka anda dapat mengontrol
faktor-faktor yang menyebabkan stres.
Meskipun keringat berlebih pada ibu hamil seringkali
mengganggu dan memberikan ketidaknyamanan akan tetapi hal ini wajar saja
terjadi terlebih bagi ibu hamil dengan usia kehamilan
yang semakin bertambah. Bagi anda yang mengalami keringat yang berlebih dan
mengalami kram kaki disebabkan karena berkurangnya garam mineral saat sedang
berkeringat maka anda dapat menggantikan dengan zat-zat yang hilang untuk
mengkonsumsi cairan tambahan.
Sekali lagi ibu hamil tidak perlu panik dikarenakan hal yang
terpenting yang haris anda lakukan adalah dengan melakukan pencegahan.
Pencegahan bagi ibu hamil yang mengalami keringat berlebih maka penuhi dengan
delapan gelas air putih dan juga dibarengi dengan jus yang kaya akan serat yang
dapat membantu dalam mengatasi sembelit dan dapat terhindari dari kram kaki.
Manfaat Imunisasi Bayi dan Anak
Manfaat Imunisasi Bayi dan Anak
Sejak awal kelahiran bayi diwajibkan agar diberi imunisasi. Walau kadang disertai demam, pemberian imunisasi tetap harus diberikan untuk mencegah dari penyakit-penyakit yang membahayakan. Apa saja imunisaasi yang akan diberikan untuk seorang bayi? Kapan waktu yang tepat untuk imunisasi tersebut? Dan apa saja manfaat imunisasi?
Imunisasi Wajib
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit akibat virus, yang
dilakukan dengan cara memasukkan virus yang telah dilemahkan sehingga tubuh
membentuk antibodi untuk melawan penyakit tersebut. Cara ini akan membuat tubuh
lebih kuat ketika terserang virus tersebut berkat telah terbentuknya antibodi.
Imunisasi yang wajib dan tambahan yang biasa diberikan antara lain:
Hepatitis B
Merupakan penyakit infeksi hati paling berat yang disebabkan oleh virus. Cara
penularannya bisa melalui jarum (tato, alat suntik, dll) yang mengandung virus
hepatitis, melalui air liur, keringat, serangga-serangga penghisap darah
seperti nyamuk, ataupun akibat luka pada tubuh yang menyentuh benda-benda yang
terkena virus hepatitis B.
Penyakit ini berbahaya karena belum ada pengobatan untuk menyembuhkannya.
Saat ini, pengobatan yang dilakukan bagi penderitanya bukan untuk mengobati
melainkan merupakan perawatan pendukung untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Pemberian vaksin hepatitis B dapat melindungi sampai 96% selama 5 tahun.
Setelah lewat 5 tahun dapat diberikan tambahan vaksin unutk memperpanjang daya
lindungnya bagi tubuh. Pemberian vaksin ini dapat dilakukan sejak bayi lahir.
BCG
Pemberian vaksin BCG ditujukan untuk mencegah penyakit TBC (Tuberkulosis).
Penyakit TBC menyerang paru-paru. Penderita TBC seharusnya dikarantina agar
tidak menulari orang lain. Penularan TBC cenderung mudah, karena dapat menular
melalui pernafasan, percikan ludah pada saat batuk, bersin atau berbicara.
Vaksin BCG dapat mulai diberikan pada saat lahir dan diulang pada saat anak
umur 5 tahun dan 10 tahun. Cara pemberian vaksin BCG adalah melalui suntikan
pada lengan atas.
Polio
Nama lengkap polio adalah poliomielitis. Cara penularannya melalui percikan
ludah, makanan atau minuman yang telah tercemar virus polio.
Virus polio berbahaya karena menyerang saraf dan otot, sehingga otot
menjadi kecil dan menyebabkan kelumpuhan. Walau dapat sembuh, seorang yang
pernah terkena polio biasanya akan mengalami pincang seumur hidup.
Pemberian vaksin polio dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama, OPV, dimana
vaksin dilakukan melalui oral atau dengan cara diteteskan pada mulut. Cara
kedua adalah dengan IPV, yaitu pemberian vaksin melalui injeksi atau suntikan.
Vaksin polio dapat diberkan sejak seminggu setelah lahir dan diulang 5 kali
sampai usia 5 tahun.
DPT
Merupakan singkatan dari Difteri, Petusis, Tetanus. Virus Difteri dan
Petusi dapat menular melalui percikan ludah pada waktu batuk, bersin, atau
berbicara, juga dapat melalui media seperti saputangan, handuk, atau alat makan
yang telah tercemar virus. Sedang tetanus menular melalui luka, congek atau
tali pusat yang tidak steril.
Difteri adalah penyakit pada tenggorokan dan sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan kematian hanya dalam beberapa hari. Difteri menyebabkan kerusakan
otot jantung dan membuat tenggorokan tersumbat.
Petusis yang lebih dikenal dengan batuk 100 hari atau batuk rejan merupakan
penyakit yang menyebabkan radang pernafasan. Batuk berlangsung dalam waktu lama
sehingga dikenal dengan batuk 100 hari. Cirinya adalah batuk panjang, terdengar
bunyi "whoop" dan biasanya disertai muntah. Petusis dapat menyebabkan
kematian karena penderitanya kesulitan bernafas, menyebabkan radang otak dan
radang paru-paru.
Sedangkan Tetanus merupakan penyakit yang menyebabkan tubuh kejang dan
mulut terkancing tidak bisa terbuka.
DPT biasa diberikan melalui suntikan pada paha. Pemberian vaksin DPT dapat
mulai diberikan pada saat anak berumur 3 bulan. Vaksin ulangan dapat diberikan
setiap 5 tahun.
Campak
Dikenal juga dengan nama tampak. Penularannya melalui pernafasan dari
penderitanya. Pemberian vaksin dapat diberikan saat anak berumur 9-14 bulan dan
diulang dengan pemberian vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella / campak Jerman)
Cirinya adalah timbulnya bintik-bintik merah pada tubuh disertai panas
tinggi. Penyakit ini berbahaya pada anak dan bayi karena dapat menyebabkan
radang otak, diare, radang paru-paru dan kejang akibat panas tinggi.
Hati-hati,
Infeksi Nifas Bisa Terjadi Usai Melahirkan
Jakarta,
Nifas atau pendarahan usai melahirkan merupakan sesuatu yang umum dialami oleh
para ibu. Biasanya masa nifas berlangsung selama 40 hari. Meskipun sesuatu yang
umum, namun perlu diwaspadai jika pendarahannya sangat banyak dan terjadi
terus-menerus, disertai nanah dan rasa sakit.
Jika ibu mengalami hal itu maka jangan tunda untuk berkonsultasi ke dokter. Selain nifas disertai nanah, patut diwaspadai pula infeksi nifas. Menurut dr Ivan Rizal Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG dari RS Bunda Jakarta, infeksi nifas ada beberapa macam, yakni endometritis dan mastitis.
"Endometritis itu infeksi yang terjadi dari kemaluan ke rahim. Hal ini biasanya disebabkan akibat plasenta yang tidak bersih saat melahirkan. Endometritis ini biasanya pendarahannya itu sangat lama, bisa 2-3 bulan. Kalau mastitis itu infeksi nifas pada payudara. Ini yang paling cukup sering terjadi," terang dr Ivan kepada detikHealth dan ditulis Rabu (7/5/2014).
Jika ibu mengalami hal itu maka jangan tunda untuk berkonsultasi ke dokter. Selain nifas disertai nanah, patut diwaspadai pula infeksi nifas. Menurut dr Ivan Rizal Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG dari RS Bunda Jakarta, infeksi nifas ada beberapa macam, yakni endometritis dan mastitis.
"Endometritis itu infeksi yang terjadi dari kemaluan ke rahim. Hal ini biasanya disebabkan akibat plasenta yang tidak bersih saat melahirkan. Endometritis ini biasanya pendarahannya itu sangat lama, bisa 2-3 bulan. Kalau mastitis itu infeksi nifas pada payudara. Ini yang paling cukup sering terjadi," terang dr Ivan kepada detikHealth dan ditulis Rabu (7/5/2014).
Dihubungi
terpisah, Dr. dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) memaparkan semua ibu yang
melahirkan rentan sekali terkena infeksi nifas. Infeksi ini terbagi atas:
1. Endometritis
Peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi organ-organ dalam.
3. Bendungan asi
1. Endometritis
Peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi organ-organ dalam.
3. Bendungan asi
Pembendungan air susu karena penyempitan duktus
laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena
kelainan pada puting susu.
4. Infeksi payudara (mastitis)
Mastitis adalah infeksi payudara menyebabkan rasa sakit dan demam. Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan. Sedangkan infeksi terjadi ketika organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan.
5. Thrombophlebitis
Pembengkakan pada satu atau lebih pembuluh vena sebagai akibat dari pembekuan atau penggumpalan darah.
6. Luka perineum
Luka daerah vagina dan anus yang akan menjadi nyeri, merah, dan bengkak akhirnya luka terbuka dan mengeluarkan getah bernanah.
Selain itu perlu diwaspadai juga ancaman anemia. "Banyak ibu yang mengalami anemia selama masa nifas. Biasanya penyebab utamanya adalah infeksi. Apalagi bagi mereka yang ketika persalinan mengalami perdarahan, proses yang sangat lama, atau bisa jadi si ibu sudah menderita anemia sejak masa kehamilan," tutur dr Budi.
Hal lain yang perlu juga diwaspadai adalah perdarahan. Risiko ini bisa saja terjadi segera setelah proses persalinan selesai, khususnya pada dua jam pertama setelah persalinan. Selain itu juga preeklampsia atau eklampsia. "Risiko ini juga menjadi penyebab nomor satu kematian ibu melahirkan di Indonesia. Gejalanya bisa muncul sejak hari pertama masa nifas hingga hari ke-28," lanjut dr Budi.
Dijelaskan dr Ivan, mastitis banyak berkaitan dengan kelenjar air susu yang tersumbat. Penyebab infeksi nifas ini adalah bakteri. Untuk mengatasinya, biasanya dokter akan memberikan extra massage untuk mengurangi bengkaknya, misalnya bengkak pada payudara. Kalau tidak bisa juga, biasanya akan diberi antibiotik.
"Kalau tidak bisa juga, dokter akan melakukan penyayatan untuk mengeluarkan nanahnya," lanjutnya.
dr Ivan mewanti-wanti jika ada ibu yang kesulitan menyusui, segeralah konsultasi dengan dokter. Cara memerah ASI, sambung dr Ivan, juga penting untuk diperhatikan. Terkadang cara memerah ASI yang salah juga bisa menyebabkan infeksi mastitis ini.
"Wanita yang proses kelahirannya susah, itu rentan sekali terkena infeksi endometritis. Sedangkan wanita yang bermasalah dengan pemberian ASI-nya, itu rentan terkena mastitis. Jadi siapa saja sebenarnya rentan," ucapnya
Konsultasikan
Anak Bergejala Autisme
Jakarta,
Bukan perkara mudah bagi orang tua untuk menerima adanya gejala-gejala autisme pada sang anak. Namun untuk memastikan dan
memberikan terapi terbaik, orang tua disarankan
untuk tidak menunda membawa anak ke dokter atau psikiater agar tak terlambat.
"Autisme itu merupakan suatu gangguan yang bisa
dikendalikan. Terapi juga bisa dilakukan lebih optimal
jika diagnosisnya ditemukan sedini mungkin. Kalau baru dibawa ke dokter saat
usianya sudah belasan misalnya, diberi terapi apapun sudah sulit," ujar dr
Ika Widyawati, SpKJ(K), dalam konferensi pers Autisme Awareness
Month yang diselenggarakan di
Departemen Psikiatri RSCM/FKUI, Jl Kimia, Jakarta, Rabu (21/5/2015).
Menurut Ketua Seksi Psikiatri Anak dan Remaja, Perhimpunan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia
(PDSKJI) tersebut, masa tiga tahun awal perkembangan atau yang sering disebut
sebagai golden period, merupakan tahap yang paling tepat untuk memberikan
terapi pada anak.
"Sangat optimal jika diagnosis dan terapi
diberikan pada periode sampai dengan 3 tahun pertama. Makin kesana bisa saya
katakan tingkat keberhasilannya makin sedikit. Misalnya baru datang saat
usianya sudah 17 tahun, itu sudah tidak bisa diapa-apakan. Paling jika biasanya
sering marah, dibantu menjadi lebih tenang," terangnya.
Pendapat tersebut diamini oleh Dr dr Tjhin Wiguna,
SpKJ(K). Kepada detikHealth ia menjelaskan bahwa saat anak masih berusia 3
tahun ke bawah, otaknya masih bersifat plastis alias mudah dibentuk.
"Karena masih bersifat plastis maka bisa lebih
cepat mengejar ketinggalan. Misalnya anak usia 2 tahun telat bicara, tidak
dihiraukan sampai usianya mencapai 4 tahun. Sudah makin susah itu,"
ungkapnya.
Alasan mengapa orang tua kerap terlambat membawa
anaknya ke dokter atau psikiater menurut dr Ika salah satunya adalah sikap
menyangkal atau denial. Mereka sebagai orang tua 'menolak' anaknya didiagnosis
autisme. Padahal deteksi dini akan membantu anak mendapatkan penanganan yang
tepat berupa terapi dan pemberian obat jika diperlukan.
Makan Dua Kali Sehari Lebih Efektif Kendalikan
Diabetes Tipe 2
Jakarta, Saran diet yang kini direkomendasikan untuk penderita
diabetes tipe 2 adalah sering makan dalam jumlah kecil. Namun, sebuah
penelitian di Praha membuktikan bahwa hanya menyantap sarapan dan makan siang
lebih efektif mengendalikan diabetes tipe 2 ketimbang sering makan dalam jumlah
kecil.
Para ilmuwan Institute for Clinical and Experimental Medicine di Praha membagi 54 partisipan pasien diabetes tipe 2 yang berusia 30 hingga 70 tahun ke dalam dua grup, masing-masing beranggotakan 27 orang. Partisipan di grup pertama menjalani pola diet makan enam kali sehari, sedangkan partisipan di grup kedua hanya makan dua kali sehari. Dua jenis diet tersebut mengandung kalori yang sama, yakni 1.700 kalori per hari.
Partisipan di grup kedua makan di antara pukul 06.00 dan 10.00 serta di antara pukul 12.00 dan 16.00, sedangkan partisipan di grup pertama bebas makan sepanjang hari. Ternyata, bobot partisipan di grup kedua turun 1,4 kilogram lebih banyak ketimbang peserta di grup pertama. Lingkar pinggang mereka juga berkurang 4 sentimeter lebih banyak ketimbang partisipan di grup pertama yang makan enam kali sehari.
"Pasien-pasien itu takut mereka akan kelaparan pada malam hari, tetapi rasa lapar itu ternyata tak terlalu mendera karena mereka sudah makan sampai puas. Sedangkan mereka yang makan enam kali sehari justru tidak merasa puas. Ini cukup mengejutkan," tutur Dr Hana Kahleova, pimpinan tim peneliti dari Institute for Clinical and Experimental Medicine.
Level gula darah partisipan di kelompok kedua juga turun lebih signifikan dibanding partisipan di grup pertama. Dr Kahleova merasa puas dengan hasil studinya. Ia mengatakan bahwa pola diet ini juga dapat diterapkan pada mereka yang tidak memiliki diabetes tetapi ingin menurunkan berat badan.
Menyoal hasil penelitian ini, Dr Richard Elliott, peneliti di komunitas peneliti diabetes Inggris menuturkan bahwa studi ini memberikan bukti tambahan bahwa makan lebih jarang dengan porsi yang lebih besar ternyata lebih efektif dibanding sering makan dalam porsi kecil. Meski demikian, ia menuturkan masih diperlukan studi yang lebih besar dalam rentang waktu lebih panjang.
"Akan tetapi, studi yang lebih besar dalam periode yang lebih panjang masih dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini, sebelum kami bisa membuat perubahan pada saran diet untuk pasien diabetes tipe 2," ungkapnya seperti dilansir BBC dan ditulis pada Sabtu (17/5/2014).
Para ilmuwan Institute for Clinical and Experimental Medicine di Praha membagi 54 partisipan pasien diabetes tipe 2 yang berusia 30 hingga 70 tahun ke dalam dua grup, masing-masing beranggotakan 27 orang. Partisipan di grup pertama menjalani pola diet makan enam kali sehari, sedangkan partisipan di grup kedua hanya makan dua kali sehari. Dua jenis diet tersebut mengandung kalori yang sama, yakni 1.700 kalori per hari.
Partisipan di grup kedua makan di antara pukul 06.00 dan 10.00 serta di antara pukul 12.00 dan 16.00, sedangkan partisipan di grup pertama bebas makan sepanjang hari. Ternyata, bobot partisipan di grup kedua turun 1,4 kilogram lebih banyak ketimbang peserta di grup pertama. Lingkar pinggang mereka juga berkurang 4 sentimeter lebih banyak ketimbang partisipan di grup pertama yang makan enam kali sehari.
"Pasien-pasien itu takut mereka akan kelaparan pada malam hari, tetapi rasa lapar itu ternyata tak terlalu mendera karena mereka sudah makan sampai puas. Sedangkan mereka yang makan enam kali sehari justru tidak merasa puas. Ini cukup mengejutkan," tutur Dr Hana Kahleova, pimpinan tim peneliti dari Institute for Clinical and Experimental Medicine.
Level gula darah partisipan di kelompok kedua juga turun lebih signifikan dibanding partisipan di grup pertama. Dr Kahleova merasa puas dengan hasil studinya. Ia mengatakan bahwa pola diet ini juga dapat diterapkan pada mereka yang tidak memiliki diabetes tetapi ingin menurunkan berat badan.
Menyoal hasil penelitian ini, Dr Richard Elliott, peneliti di komunitas peneliti diabetes Inggris menuturkan bahwa studi ini memberikan bukti tambahan bahwa makan lebih jarang dengan porsi yang lebih besar ternyata lebih efektif dibanding sering makan dalam porsi kecil. Meski demikian, ia menuturkan masih diperlukan studi yang lebih besar dalam rentang waktu lebih panjang.
"Akan tetapi, studi yang lebih besar dalam periode yang lebih panjang masih dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini, sebelum kami bisa membuat perubahan pada saran diet untuk pasien diabetes tipe 2," ungkapnya seperti dilansir BBC dan ditulis pada Sabtu (17/5/2014).
Terapi antiretroviral (ART) profilaksis telah mengurangi
kejadian penularan ibu-ke-bayi selama kehamilan dan persalinan secara dramatis,
tetapi virus dapat ditularkan melalui air susu ibu.
Di negara maju, dengan ada jaminan air bersih dan persediaan
susu formula yang aman dan dapat diandalkan untuk bayi, perempuan HIV-positif
disarankan untuk tidak menyusui. Tetapi, di rangkaian miskin sumber daya, WHO
menyarankan untuk menyusui, terutama pada enam bulan pertama, kecuali apabila
pemberian susu formula “dapat diterima, dimungkinkan, terjangkau, dan aman,”
atau “AFASS ( acceptable, feasible, affordable, sustainable, safe ).”
Dalam satu sesi tentang “Masalah mendesak di dunia
berkembang” pada konferensi CROIke-14 pada 25 Februari, Tracy Creek dari
Centers for Disease Control and Prevention, AS (CDC) menyampaikan peninjauan
tentang jangkitan diare di antara bayi di Botswana yang menyoroti kebutuhan
akan pertimbangan yang cermat mengenai keuntungan dan risiko terhadap menyusui.
Di Botswana, pada 2005 hampir sepertiga perempuan hamil
terinfeksi HIV. Negara tersebut memiliki program yang dikembangkan dengan baik
untuk mencegah penularan ibu-ke-bayi, dan 80 persen perempuan hamil yang
HIV-positif menerima sedikitnya AZT. Ibu HIV-positif juga menerima susu formula
cukup untuk 12 bulan secara gratis dari klinik.
Botswana mengalami periode curah hujan yang sangat tinggi
pada November 2005, dan pada Januari 2006, petugas kesehatan masyarakat mulai
melihat peningkatan diare pada anak. Kasus meningkat empat kali lipat, dari
sekitar 8500 pada 2004 menjadi lebih dari 35.000. Sementara itu kematian
meningkat lebih dari 20 kali lipat dari 24 menjadi hampir 530. Pada Maret,
petugas kesehatan mencatat kejadian sekunder yaitu kekurangan gizi pada bayi.
Wabah diare berhenti awal April.
Contoh tinja dari anak yang dirawat di rumah sakit karena
diare menunjukkan bahwa 60 persen terinfeksi kriptosporidium, 50 persen E.coli
, 38 persen Salmonela, dan 17 persen Sigela; banyak yang dengan beragam
patogen.
Penyelidikan epidemiologi terhadap wabah ini mengungkapkan
bahwa sebagian besar bayi yang menderita diare tidak disusui. Dr. Creek
melaporkan dalam analisis multivariat, tidak menyusui merupakan “prediktor
terkuat” terhadap diare pada bayi, meningkatkan risiko 50 kali lipat.
Menggambarkan besarnya jangkitan tersebut, dalam satu desa, sepertiga bayi yang
diberi susu formula meninggal akibat diare, tetapi tidak satupun yang disusui.
Pada kelompok sub penelitian terhadap 153 bayi dengan diare,
93 persen tidak disusui (kira-kira tiga perempatnya diberi susu formula dan 25
persen diberi susu sapi). Tetapi hanya 65 persen ibu yang HIV-positif,
menunjukkan bahwa terjadi “kelolosan” dalam pemberian susu formula pada yang
tidak terinfeksi HIV. Di antara bayi, 18 persen HIV-positif. Beberapa ibu
melaporkan bahwa klinik tidak mampu menyediakan cukup susu formula secara
gratis. Kwashiorkor – sebuah bentuk kekurangan gizi pada anak terkait dengan
kekurangan asupan protein – adalah satu-satunya prediktor kematian yang
bermakna, bukan status HIV ibu atau bayi.
Setelah presentasi tersebut, Peggy Henderson dari WHO
mengkaji ulang manfaat dan risiko menyusui pada ibu yang HIV-positif. Sejak
terakhir kalinya WHO mengeluarkan saran tentang pemberian makanan pada 2000,
telah terkumpul bukti yang menunjukkan bahwa menyusui bayi secara ekslusif
selama enam bulan pertama terkait dengan penularan HIV yang lebih rendah
dibandingkan gabungan antara menyusui dengan pemberian susu formula,
penghentian pemberian air susu ibu dikaitkan dengan diare dan peningkatan
mortalitas pada bayi terpanjan HIV, dan menyusui lebih dari enam bulan tampak
meningkatkan ketahanan hidup bayi. Sebagai tambahan, perempuan yang memakai ART
sepertinya mempunyai kemungkinan lebih rendah menularkan HIV melalui air susu
ibu, meskipun penelitian tersebut belum selesai.
Pada Oktober 2006, HIV and Infant Feeding Technical
Consultation menyepakati pernyataan yang menekankan bahwa pilihan pemberian
makanan yang paling tepat untuk ibu HIV-positif tergantung pada keadaan
masing-masing individu.
Dalam kesimpulannya, Dr. Henderson menekankan pentingnya
untuk “melindungi” dan mendorong pemberian air susu ibu oleh perempuan yang
tidak terinfeksi HIV. Lebih lanjut, semakin banyak bukti – misalnya seperti
yang disediakan oleh kejadian Botswana – memberi kesan bahwa di antara
perempuan HIV-positif, manfaat pemberian air susu ibu sering melampaui risiko
penularan HIV (kira-kira satu persen per bulan), terutama apabila sang ibu
memiliki jumlah CD4 yang tinggi dan menerima ART.
Jakarta,
Bukan perkara mudah bagi orang tua untuk menerima adanya gejala-gejala autisme pada sang anak. Namun untuk memastikan dan
memberikan terapi terbaik, orang tua disarankan
untuk tidak menunda membawa anak ke dokter atau psikiater agar tak terlambat.
"Autisme itu merupakan suatu gangguan yang bisa
dikendalikan. Terapi juga bisa dilakukan lebih optimal
jika diagnosisnya ditemukan sedini mungkin. Kalau baru dibawa ke dokter saat
usianya sudah belasan misalnya, diberi terapi apapun sudah sulit," ujar dr
Ika Widyawati, SpKJ(K), dalam konferensi pers Autisme Awareness
Month yang diselenggarakan di
Departemen Psikiatri RSCM/FKUI, Jl Kimia, Jakarta, Rabu (21/5/2015).
Menurut Ketua Seksi Psikiatri Anak dan Remaja, Perhimpunan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia
(PDSKJI) tersebut, masa tiga tahun awal perkembangan atau yang sering disebut
sebagai golden period, merupakan tahap yang paling tepat untuk memberikan
terapi pada anak.
"Sangat optimal jika diagnosis dan terapi
diberikan pada periode sampai dengan 3 tahun pertama. Makin kesana bisa saya
katakan tingkat keberhasilannya makin sedikit. Misalnya baru datang saat
usianya sudah 17 tahun, itu sudah tidak bisa diapa-apakan. Paling jika biasanya
sering marah, dibantu menjadi lebih tenang," terangnya.
Pendapat tersebut diamini oleh Dr dr Tjhin Wiguna,
SpKJ(K). Kepada detikHealth ia menjelaskan bahwa saat anak masih berusia 3
tahun ke bawah, otaknya masih bersifat plastis alias mudah dibentuk.
"Karena masih bersifat plastis maka bisa lebih
cepat mengejar ketinggalan. Misalnya anak usia 2 tahun telat bicara, tidak
dihiraukan sampai usianya mencapai 4 tahun. Sudah makin susah itu,"
ungkapnya.
Alasan mengapa orang tua kerap terlambat membawa
anaknya ke dokter atau psikiater menurut dr Ika salah satunya adalah sikap
menyangkal atau denial. Mereka sebagai orang tua 'menolak' anaknya didiagnosis
autisme. Padahal deteksi dini akan membantu anak mendapatkan penanganan yang
tepat berupa terapi dan pemberian obat jika diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar